SK Pembentukan
SURAT KEPUTUSAN PEMBENTUKAN PENGADILAN
Sebelum Belanda melancarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah memiliki kedudukan yang kuat, baik dalam masyarakat maupun dalam peraturan perundang-undangan negara.
Perubahan susunan dan status peradilan agama diawali dengan Putusan Raja Belanda (Koninklijk Besluit) Nomor 24, Staatsblad 1882-152 tanggal 19 Januari 1882 tentang Wewenang Peradilan Agama di Jawa dan Madura. Secara yuridis formal, Peradilan Agama untuk pertama kalinya menjadi suatu institusi atau badan peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan. Peradilan Agama lahir di Indonesia (Jawa dan Madura) pada tanggal 1 Agustus 1882. Kelahiran ini didasarkan pada keputusan Raja Belanda (Koninklijk Besluit), yakni Raja Willem III, yang tertanggal 19 Januari 1882 dengan Nomor 24, sebagaimana dimuat dalam Staatsblad 1882 Nomor 152.
Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 9 Tahun 1937 kemudian merubah kekuasaan Pengadilan Agama. Keputusan ini menetapkan bahwa “Pengadilan Agama hanya berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perselisihan hukum antara suami-istri yang beragama Islam.”
Selanjutnya, kedudukan Pengadilan Agama dalam sistem peradilan di Indonesia dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini menjadi dasar hukum yang memperjelas posisi Pengadilan Agama sebagai bagian dari sistem peradilan nasional.