HIRARKI MAQASHID ASY-SYARI’AH DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI SERTA TELAAH SISTEMATIS DAN FILOSOFIS IMAM AL-SYATHIBI
Oleh: Ikin
Abstrak:
Tulisan ini mengkaji konsep maqashid asy-syari’ah (tujuan-tujuan syariat) dalam perspektif dua tokoh utama dalam ushul fiqh, yaitu Imam al-Ghazali dan Imam al-Syathibi. Melalui pendekatan tekstual dan filosofis, artikel ini menjelaskan hierarki maqashid yang dikembangkan oleh al-Ghazali dalam karyanya al-Mustashfa, serta penyempurnaan konseptual yang ditawarkan oleh al-Syathibi dalam al-Muwafaqat. Penelitian ini bertujuan memberikan pemahaman yang mendalam dan aplikatif terhadap maqashid dalam konteks hukum Islam kontemporer.
Pendahuluan:
Konsep maqashid asy-syari’ah merupakan bagian sentral dari studi ushul fiqh, yang menjelaskan alasan filosofis dan rasional di balik legislasi syariat Islam. Para ulama telah mengembangkan berbagai pendekatan terhadap maqashid ini, yang puncaknya dapat dilihat pada karya Imam al-Ghazali (w. 1111 M) dan Imam al-Syathibi (w. 1388 M). Artikel ini menyusun pemikiran keduanya secara sistematis untuk menunjukkan evolusi maqashid sebagai perangkat istinbath hukum Islam.
1. Konsep Maqashid asy-Syari’ah menurut Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa
Imam al-Ghazali dalam karya monumentalnya, al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Usul, menyatakan bahwa tujuan syariat adalah untuk menjaga lima prinsip utama: agama (al-din), jiwa (al-nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mal). Lima prinsip ini disebut sebagai “al-kulliyat al-khams”. Menurut al-Ghazali, seluruh hukum syariat harus bertujuan untuk menjaga salah satu dari lima aspek ini.
Al-Ghazali membagi kemaslahatan (maslahah) ke dalam tiga tingkatan hirarkis:
- Dharuriyyat: Kebutuhan primer yang tanpanya kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik. Contohnya termasuk hukum tentang larangan membunuh, kewajiban shalat, dan larangan mencuri..
- Hajiyyat: Kebutuhan sekunder yang diperlukan untuk menghilangkan kesulitan hidup. Contoh: rukhsah dalam shalat untuk musafir.
- Tahsiniyyat: Kebutuhan tersier yang memperindah dan menyempurnakan kehidupan, seperti adab, etika berpakaian, dan kesopanan dalam bermuamalah
Al-Ghazali juga menekankan bahwa tidak semua kemaslahatan dianggap sah dalam syariat. Hanya kemaslahatan yang sesuai dengan maqashid syar’i yang diakui. Ia menyatakan: “Al-maslaha hiya al-maqsudah fi al-syar‘i, wa la yu‘tabar minha illa ma yata‘allaqu bi taḥqīq maqāṣid al-syar‘i.”
2. Konsep Maqashid asy-Syari’ah menurut Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat
Imam al-Syathibi mengembangkan pendekatan maqashid yang lebih sistematis dan filosofis dalam al-Muwafaqat fi Usul al-Ahkam. Ia tidak hanya mengadopsi lima prinsip dasar maqashid dari al-Ghazali, tetapi juga memperluasnya dengan memperhatikan maslahat kolektif (maslahat jama’i), maqashid umum dan khusus, serta urgensi maqashid dalam ijtihad kontemporer.
Menurut al-Syathibi, maqashid adalah inti dari syariah itu sendiri. Ia menulis: “Inna al-sharī‘ata waḍi‘at li iḥrāz al-maṣāliḥ wa dar’ al-mafāsid fi al-dunyā wa al-ākhirah.” Hal ini menegaskan bahwa seluruh tujuan syariat adalah meraih manfaat dan menghindari kerusakan, baik di dunia maupun akhirat.
Syathibi juga menekankan bahwa maqashid berlaku secara umum bagi seluruh umat manusia, bukan hanya individu atau kelompok tertentu. Selain itu, ia menyatakan bahwa setiap bentuk ijtihad hanya sah apabila dibangun atas dasar maqashid syari’ah: “Al-ijtihād lā yakūnu ṣaḥīḥan illā ‘alā asās maqāṣid al-syarī‘ah.”
3. Perbandingan Sistematis Antara Keduanya
Aspek | Imam al-Ghazali | Imam al-Syathibi |
---|---|---|
Pendekatan | Legal formal dan hirarkis | Filosofis dan integratif |
Fokus utama | 5 Maqashid Kulliyyah | Maqashid umum dan khusus |
Pandangan maslahat | Maslahat valid jika sesuai syariat | Maslahat kolektif dan kontekstual |
Kontribusi | Hirarki kebutuhan hukum syariat | Rasionalisasi maqashid dalam ijtihad |
Penutup:
Pemikiran maqashid al-Ghazali dan al-Syathibi telah menjadi fondasi penting dalam pengembangan hukum Islam kontemporer. Jika al-Ghazali meletakkan dasar teoritis tentang hirarki kebutuhan syariat, maka al-Syathibi menyempurnakan dengan pendekatan yang lebih holistik, membuka ruang bagi reinterpretasi hukum Islam yang lebih kontekstual dan maslahat-oriented. Studi maqashid menjadi sarana penting untuk menjaga relevansi syariat sepanjang zaman.
Daftar Pustaka:
- Al-Ghazali, Abu Hamid. al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Usul. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993.
- Al-Syathibi, Abu Ishaq. al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997.
- Jasser Auda. Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. IIIT, 2008.
- Kamali, Mohammad Hashim. Principles of Islamic Jurisprudence. Ilmiah Publishers, 1991.