CCTV
DINAMIKA PERAN SUAMI ISTRI DALAM RUMAH TANGGA: SOLUSI BERTUKAR PERAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN EKONOMI DAN SOSIAL - Pengadilan Agama Batang
Artikel

DINAMIKA PERAN SUAMI ISTRI DALAM RUMAH TANGGA: SOLUSI BERTUKAR PERAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN EKONOMI DAN SOSIAL

Oleh : Lia Auliyah, S.HI.,M.H.[1]

[1] Wakil Ketua Pengadilan Agama Batang

I. PENDAHULUAN

Perkembangan zaman yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam struktur dan dinamika keluarga. Salah satu fenomena sosial yang menarik perhatian adalah pergeseran peran tradisional antara suami dan istri, khususnya dalam hal peran ekonomi keluarga. Secara historis, laki-laki sebagai suami diposisikan sebagai pencari nafkah utama, sementara perempuan sebagai istri lebih banyak ditempatkan dalam ranah domestik. Namun, kondisi ini mulai mengalami transformasi, seiring dengan meningkatnya akses perempuan terhadap pendidikan tinggi serta peluang kerja berbasis digital dan kreativitas.

Di era digital ini, banyak perempuan yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk terjun ke dalam sektor ekonomi kreatif dan digital, seperti menjadi konten kreator, desainer grafis, penulis lepas, konsultan daring, dan profesi sejenis lainnya yang tidak memerlukan kekuatan fisik (tenaga otot), tetapi mengandalkan kecerdasan, kreativitas, dan keterampilan teknologis. Profesi-profesi ini tidak hanya memberikan fleksibilitas waktu, tetapi juga memungkinkan penghasilan yang kompetitif.[1]

Sebaliknya, masih terdapat sebagian laki-laki, termasuk para suami, yang menghadapi keterbatasan akses terhadap pendidikan formal. Ketimpangan pendidikan ini berdampak langsung pada peluang kerja yang tersedia bagi mereka. Dengan keterampilan yang terbatas dan kurangnya kualifikasi pendidikan, laki-laki dalam posisi tersebut sering kali mengalami kesulitan dalam memasuki pasar kerja modern yang semakin menuntut kompetensi digital dan komunikasi.[2] Akibatnya, peran suami sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga mulai digantikan oleh istri yang lebih adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital.

Transformasi ini mencerminkan perubahan struktural dalam relasi gender di tingkat rumah tangga. Perempuan tidak lagi semata-mata diposisikan sebagai pelengkap dalam ekonomi keluarga, tetapi telah menjadi aktor utama yang turut menopang bahkan mengambil alih peran ekonomi. Meskipun secara sosiokultural hal ini masih dianggap menyimpang dari norma tradisional di sebagian masyarakat, kenyataan empiris menunjukkan bahwa adaptasi terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang dinamis merupakan bentuk respons rasional terhadap tantangan zaman.[3]

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, termasuk meningkatnya angka pengangguran. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 sebesar 4,91 persen.[4] Kondisi ini berdampak pada struktur rumah tangga, banyak perempuan (istri) kini menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, sementara suami justru kesulitan memperoleh pekerjaan yang layak.

Dari berbagai fenomena diantaranya faktor pendidikan, teknologi informasi, dan juga karena sulitnya mencari pekerjaan dan lain sebagainya, Pengadilan Agama Batang mencatat 1499 perkara perceraian dalam kurun waktu tahun 2024, dengan gugatan berasal dari pihak istri (Cerai Gugat). Ironisnya sebagai besar istri yang menggungat justru memiliki pekerjaan dan penghasilan yang mencukupi, sementara suami mengalami kesulitan ekonomi, dalam hal ini sulitnya mencari pekerjaan dan penghasilan, ataupun karena memang suami malas bekerja dimana istri lelah bekerja namun ketika pulang ke rumah suami sama sekali tidak ada kontribusi dalam keluarga hanya tidur dan makan ataupun bermain game. Situasi ini sering kali menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga, yang berujung pada Perceraian.[5]

Dalam Hukum positif Indonesia, kewajiban suami untuk menafkahi istri diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, ditegaskan dalam Pasal 34 ayat (1) menyatakan bahwa: “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”. [6]

Dalam perspketif Islam, kewajiban suami sebagai pemimpin dan penanggung jawab keluarga ditegaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 34:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya.[7]

Menurut tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, istilah qawwam tidak hanya berarti pemimpin, tetapi juga mengandung tanggungjawab penuh dalam melindungi, mengayomi, dan mencukupi kebutuhan keluarga, termasuk secara finansial.[8] Oleh karena itu, ketika suami tidak mampu menafkahi keluarga, sementara istri memiliki penghasilan, terjadi ketidaksesuaian antara realitas dan norma yang berlaku. Hal ini sering kali menimbulkan konflik dalam rumah tangga, yang dapat berujung pada perceraian.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana solusi terbaik dalam rumah tangga ketika suami tidak mampu menafkahi keluarga, sementara istri memiliki penghasilan?
  2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pertukaran peran antara suami dan istri dalam konteks suami tidak mampu menafkahi keluarga, sementara istri memiliki penghasilan?

III. PEMBAHASAN

  1. Solusi Terbaik Ketika Suami Tidak Mampu Menafkahi Keluarga, Sementara Istri Memiliki Penghasilan.

Fenomena meningkatnya angka perceraian di Indonesia, termasuk di Kabupaten Batang, menunjukkan adanya ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga. Banyak istri yang bekerja di luar rumah merasa kelelahan karena harus menanggung beban ganda, mencari nafkah dan mengurus pekerjaan rumah tangga, sementara suami tidak berkontribusi secara maksimal, bahkan hanya tidur, makan, atau main game.

Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, perlu adanya pertukaran peran yang disepakati bersama. Jika istri memiliki penghasilan dan suami mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan dan mendapatkan penghasilan, maka suami dapat mengambil alih tanggung jawab dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak. Dengan demikian, tidak ada pihak yang merasa superior atau inferior, melainkan keduanya saling melengkapi sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.

Perceraian bisa menjadi solusi terakhir jika suami istri sudah tidak bisa didamaikan lagi, bahkan telah diupayakan mediasi, namun alangkah bijaknya sebelum mengambil keputusan bercerai, demi keutuhan rumah tangga terdapat beberapa solusi yang ditawarkan penulis sebelum mengambil keputusan untuk bercerai antara lain:

  1. Ketika istri bekerja di luar dan suami memilih tinggal di rumah

Ketika istri bekerja di luar, dan suami memilih tinggal di rumah ini bukanlah degradasi nilai ataupun kegagalan. Justru hal ini dapat menjadi bentuk kerja sama yang saling menguatkan. Suami mengambil peran sebagai ayah rumah tangga yang mendidik dan mengasuh anak, mengurus rumah, dan memastikan kebutuhan domestik terpenuhi, sementara istri memberikan kontribusi finansial.

Meski demikian, tantangan muncul dari tekanan sosial, pandangan negatif masyarakat, serta krisis identitas yang mungkin dialami suami maupun istri. Oleh karena itu, agar pertukaran peran ini berjalan baik, beberapa hal perlu diperhatikan yakni komunikasi rutin dan terbuka, kesepakatan bersama tanpa paksaan, penghargaan terhadap peran masing-masing, dukungan emosional dan mental, mengabaikan stigma sosial yang tidak membangun.

  1. Jika Keduanya Bekerja

Idealnya, jika suami dan istri sama-sama bekerja, maka tugas rumah tangga dan pengasuhan anak dibagi secara adil. Keduanya harus saling memahami bahwa peran domestik bukan hanya tanggung jawab istri. Penggunaan jasa tambahan seperti daycare, asisten rumah tangga, atau pengaturan waktu kerja juga bisa menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan.

  1. Pandangan Hukum Islam Mengenai Pertukaran Peran Suami Istri

Rasulullah SAW memberikan contoh nyata dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, beliau berkata:

كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ[9]

 “Rasulullan SAW bisa mengerjakan pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu Sholat, beliau berdiri dan segera menuju sholat”. (HR. Bukhari).

Dari al-Qasim dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia (al-Qasim) berkata, “‘Aisyah pernah ditanya, apa yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah beliau?” Dia menjawab:

كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ، يَفْلِي ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ.

‘Beliau sama seperti manusia lainnya, mencuci baju, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.” [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih].

Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya dia pernah ditanya, “Apa yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah di dalam rumah beliau?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau pernah menjahit bajunya, menambal sandalnya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan kaum laki-laki di rumah mereka.” [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih].

Dari hadist-hadits diatas menunjukkan bahwa membantu pekerjaan rumah tangga bukanlah hal yang merendahkan martabat suami, melainkan merupakan bentuk tanggungjawab dan kasih sayang terhadap keluarga. Islam pun tidak melarang perempuan untuk bekerja, selama tidak melanggar syari’at, contoh nyata adalah siti Khadijah RA istri pertama Rasulullah SAW, yang merupakan seorang pengusaha sukses dan dihormati dikalangan Quraisy. Beliau menggunakan kekayaannya untuk mendukung dakwah Islam dan membantu masyarakat.[10]

Selain itu, Asma binti Abu Bakar RA juga dikenal sebagai perempuan yang aktif membantu dalam peristiwa hijrah Rasulullah SAW dengan menyiapkan makanan dan perbekalan untuk perjalanan beliau. [11]

Secara umum, salah satu tugas seorang istri adalah taat kepada suami, bukan mengerjakan urusan rumah tangga. Kalau pun ingin dikerjakan, hal itu menjadi sebuah ibadah sunah yang akan menambah nilai pahala baginya. Seorang istri yang dengan ikhlas melayani suami, termasuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga maka akan berbalas pahala. Sebagaimana pendapat ulama Kontemporer, seperti Mufti Syauqi’Allam, menyatakan bahwa istri tidak diwajibkan melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian tugas dalam rumah tangga dapat disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara suami dan istri.[12]

Dengan demikian, pertukaran peran antara suami dan istri dalam konteks tertentu, seperti kondisi ekonomi yang sulit, diperbolehkan dalam Islam dan bisa menjadi solusi selama didasarkan pada musyawarah dan kesepakatan bersama.

IV. PENUTUP

Dalam kondisi kesulitan ekonomi dimana suami tidak bekerja sehingga tidak mempunyai penghasilan, sedangkan istri bekerja dan mempunyai penghasilan, perpindahan peran suami dan istri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, perpindahan peran antara suami dan istri dalam rumah tangga modern merupakan fenomena yang wajar dan perlu diterima secara terbuka. Selama dilakukan atas dasar kesepakatan dan saling pengertian, maka pertukaran peran justru menjadi solusi yang memperkuat keluarga. Daripada menempuh jalan perceraian yang merusak banyak aspek kehidupan, pasangan suami istri dapat berupaya saling mendukung dalam peran masing-masing, meski tidak sesuai dengan pola tradisional.

Dengan demikian, pertukaran peran antara suami dan istri diperbolehkan dalam Islam dan bisa menjadi solusi selama didasarkan pada musyawarah dan kesepakatan bersama dengan mengedepankan nilai komunikasi, empati, dan kerjasama, serta penghargaan satu sama lain menjadi kunci agar rumah tangga tetap harmonis, meskipun struktur perannya berubah.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2020.
  2. Badan Pusat Statistik (BPS). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2023. Jakarta: BPS, 2023.
  3. Laporan Pelaksanaan Kegiatan PA Batang Kelas IB, 2024.
  4. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, jilid 2, hlm.419.
  5. Nurchamid, Sigit. Perempuan dan Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0. Jurnal Sosial Humaniora, Vol.10, No.2, 2022.
  6. Suryani, Eka. Transformasi Peran Gender dalam Keluarga Modern. Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol.7, No.1, 2021.
  7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
  8. https://almanhaj.or.id/53886-membantu-isteri-dalam-menyelesaikan-pekerjaan-rumah.html, diakses tanggal 21 April 2025.
  9. https://amaliah.id/node/8392?, diakses tanggal 21 April 2025.
  10. https://repository.uinib.ac.id/11826/, diakses tanggal 21 April 2025.
  11. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/11/05/2373/tingkat-pengangguran-terbuka–tpt–sebesar-4-91-persen-dan-rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-27-juta-rupiah-per-bulan-.html. Diakses tanggal 21 April 2025.
  12. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6752377/8-kunci-keberhasilan-bisnis-siti-khadijah-bisa-jadi-teladan-calon-pengusaha?, diakses tanggal 21 April 2025.

[1] Nurchamid, Sigit. Perempuan dan Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0. Jurnal Sosial Humaniora, Vol.10, No.2, 2022.

[2] Badan Pusat Statistik (BPS). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2023. Jakarta: BPS, 2023.

[3] Suryani, Eka. Transformasi Peran Gender dalam Keluarga Modern. Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol.7, No.1, 2021.

[4] https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/11/05/2373/tingkat-pengangguran-terbuka–tpt–sebesar-4-91-persen-dan-rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-27-juta-rupiah-per-bulan-.html. Diakses tanggal 21 April 2025.

[5] Laporan Pelaksanaan Kegiatan PA Batang Kelas IB, 2024.

[6] Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

[7] QS. An-Nisa: 34, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2020.

[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, jilid 2, hlm.419.

[9]https://almanhaj.or.id/53886-membantu-isteri-dalam-menyelesaikan-pekerjaan-rumah.html, diakses tanggal 21 April 2025.

[10] https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6752377/8-kunci-keberhasilan-bisnis-siti-khadijah-bisa-jadi-teladan-calon-pengusaha?, diakses tanggal 21 April 2025.

[11] https://amaliah.id/node/8392?, diakses tanggal 21 April 2025.

[12] https://repository.uinib.ac.id/11826/, diakses tanggal 21 April 2025.

 

Link PDF

Back to top button
Survey